Rabu, 24 Maret 2010
Hubungan Antara Kunjungan Obama dengan Penangkapan Teroris
Kedatangan Obama ke Indonesia menimbulkan banyak pro-kontra di masyarakat. Tak sedikit masyarakat Indonesia yang menyambut dengan rasa senang akan kedatangan Obama tetapi tak sedikit pula yang menentang kedatangan Obama ke Indonesia. Rencananya Obama akan datang pada bulan Maret ini , tetapi pada akhirnya ditunda pada bulan Juni. Tetapi, tanpa disadari oleh semua pihak sebelum kedatangan Obama, pihak yang berwenang pada baru-baru ini telah menangkap beberapa teroris. Hal ini banyak mengundang pertanyaan didalam benak masyarakat Indonesia. Apakah tertangkapnya teroris ini ada hubungan dengan kunjungan Obama?
Dengan adanya rencana kedatangan Obama, pemerintah Indonesia sibuk menyambutnya. "Pemerintah Indonesia tidak ingin menampilkan wajah yang tidak menyenangkan, misalnya ketika Obama berkunjung ke Indonesia terjadi serangan bom atau gangguan keamanan lainnya," Sejumlah teroris merupakan hasil penyelidikan cukup lama yang dilakukan kepolisian dalam mengawasi pergerakan pelaku terorisme di Indonesia. Telah kita sadari pada baru-baru ini telah ditangkap beberapa teroris yang dirasa sangat meresahkan.
Menurut saya, sepertinya ada hubungannya dengan kedatangan Obama ke Indonesia. Pemerintah ingin menunjukkan bahwa Indonesia dalam keadaan aman sebelum Obama berkunjumg. Tentunya, pemerintah ingin menanamkan rasa percaya pada diri siapa saja yang ingin mengunjungi Indonesia, yaitu salah satu caranya dengan kedatangan Obama ini dijadikan kesempatan untuk merealisasikannya. Sehingga secara tidak langsung Obama akan memberitahukan kepada masyarakat luar bahwa Indonesia dalam keadaan aman. Obama datang ke Indonesia membawa berbagai kepentingan bagi negaranya maupun negara Indonesia sendiri, bukan hanya ingin mengenang masa-masa kecilnya waktu tinggal di Indonesia.
Jika Engkau Percaya
bahwa...
aku selalu berdoa untuk seorang disini...
agar aku bisa memilikinya sepanjang hari...
bahwa...
aku berdoa agar dia juga membaca hatiku
lewat rasa rindu yang telah lama dia pendam..
Jika engkau percaya...
aku sangat mencintainya...aku sangat memilikinya...sangat ingin...
karena aku percaya dia telah mendoakanku...
Jika engkau percaya...
dia telah menghantuiku sejak lama, membuat amarahku berganti dengan asmara.
aku ingin memilikinya...memilikinya...hanya ingin memilikinya...
aku ingin memeluknya...memeluknya...hanya ingin memeluknya sepanjang hari...
aku ingin menatapinya...melihatnya...membaca wajahnya...
aku ingin mendengarnya...apa yang dia katakan...apa yang dia ucapkan...
aku ingin menciumnya...bukan oleh karena nafsu...
tetapi karena perasaan yang tak terucapkan...
aku ingin bersamanya...
didalam pikiran, didalam kata-kata, didalam suatu waktu yang tak terbatas.
Jika engkau percaya...
terhanyut oleh lautan cinta...
tenggelam dalam pikiran...
Aku sangat ingin memilikinya...
dan dia...jika engkau percaya ...
aku merasakan jiwanya berdetak keras dihatiku...
membuatku lari kedalam mimpi-mimpi yang tak terbayangkan...
Jika engkau percaya...
saat aku menutup mataku...
dengan senyum, membuatku terlelap dalam mimpi...
bahwa dia disampingku, memelukku dengan erat, membisikkan suara lelap.
tertidur didalam satu jiwa...yang telah hidup dalam cinta...
Jika engkau percaya...
bahwa dia kini sedang membaca ini...
dan dia tidak pernah tahu...bahwa ini untuknya...
Selasa, 23 Maret 2010
ANALISIS PENERAPAN BIAYA DIFERNSIAL DALAM MENGAMBIL KEPUTUSAN MEMBELI ATAU MEMBUAT SENDIRI GAZEBO PADA SANGGAR LINANG SAYANG
Biografi Adam Smith
Senin, 15 Maret 2010
Ekonomi Indonesia Di Zaman Penjajahan
Seorang sejarawan Belanda menulis tentang strata ekonomi penduduk di jaman penjajahan. Pada tahun 1930, dua tahun setelah Sumpah Pemuda, 51,1 juta penduduk pribumi (Indonesia) yang merupakan 97,4% dari seluruh penduduk yang berjumlah 60,7 juta hanya menerima 3,6 juta gulden (0,54%) dari pendapatan “nasional” Hindia Belanda, penduduk Asia lain yang berjumlah 1,3 juta (2,2%) menerima 0,4 juta gulden (0,06%) sedangkan 241.000 orang Eropa (kebanyakan Belanda) menerima 665 juta gulden (99,4%). Sangat “njomplangnya” pembagian pendapatan nasional inilah yang sulit diterima para pejuang perintis kemerdekaan Indonesia yang bersumpah tahun 1928 di Jakarta. Kemerdekaan, betapapun sangat “mahal” harganya, harus dicapai karena akan membuka jalan ke arah perbaikan nasib rakyat dan bangsa Indonesia.
Kini setelah Indonesia merdeka 58 tahun, ketimpangan ekonomi tidak separah ketika jaman penjajahan, tetapi konglomerasi (1987-1994) yang menciptakan ketimpangan ekonomi luar biasa, sungguh-sungguh merupakah “bom waktu” yang kemudian meledak sebagai krismon 1997. Dalam 26 tahun (1971-1997) rasio pendapatan penduduk daerah terkaya dan daerah termiskin meningkat dari 5,1 (1971) menjadi 6,8 (1983) dan 9,8 (1997), dan Gini Rasio meningkat berturut-turut dari 0,18 menjadi 0,21 dan 0,24.
Terbukti bahwa pertumbuhan ekonomi tinggi (7% pertahun selama 3 dekade, 1966-1996) “tidak diridhoi” Tuhan Yang Maha Esa dan krismon “diturunkan” untuk mengingatkan bangsa Indonesia.
Perbankan Sulit Memberdayakan Ekonomi Rakyat
Kasus “kecil” perilaku perbankan di Kabupaten Kutai Barat dengan kemiskinan 42% tahun 2003-2004 menarik dijadikan contoh betapa besar hambatan yang dihadapi dalam program-program pemberantasan kemiskinan. Jika suatu daerah miskin sebagian warga masyarakatnya sudah berhasil “menjadi kaya” sehingga mampu menyimpan dana-dana yang dikumpulkannya di bank setempat, kiranya masuk akal bagi perbankan untuk memanfaatkan dana-dana tersebut bagi pemberdayaan ekonomi rakyat dan yang pada gilirannya mampu memberantas kemiskinan. Proses tolong-menolong antar pemilik modal dan ekonomi rakyat yang membutuhkan modal ini dalam era otonomi daerah seharusnya berkembang dengan baik dan bergairah. Tetapi mengapa hal ini tidak terjadi? Dari analisis tersebut bisa dibuktikan bahwa alasan pokoknya adalah karena sistem ekonomi kapitalis-liberal/neoliberal sudah dijadikan pegangan pokok pemerintah pusat/ daerah yang diterapkan di mana-mana di seluruh Indonesia. Dalam sistem ekonomi kapitalis, para pemilik modal (kapitalis) merupakan pihak yang paling dipuja dan dihormati, yang kepentingannya paling dilindungi. Dari sinilah berkembang kepercayaan perlunya penciptaan iklim merangsang agar para pemodal (investor) asing bersedia datang ke Indonesia atau ke daerah-daerah tertentu untuk menanamkan modalnya.
Sebenarnya segera dapat dikenali satu kontradiksi. Jika suatu daerah berusaha menarik investor, yaitu mereka yang memiliki modal, mengapa modal yang terhimpun di bank dari orang-orang kaya setempat malah dikirim keluar daerah, dan justru tidak diputarkan atau ditanamkan dalam usaha-usaha setempat. Fenomena kontradiktif ini sampai kapan pun tetap tidak akan berubah, kecuali jika kita berani mengubah sistem ekonomi kita dari sistem ekonomi kapitalis menjadi sistem ekonomi Pancasila. Dalam sistem ekonomi Pancasila kebijakan perbankan tidak diarahkan untuk melindungi para pemilik modal secara berlebihan tetapi harus diubah menjadi upaya total pemberdayaan ekonomi rakyat dengan ukuran hasil akhir makin terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat.
Jumat, 05 Maret 2010
Tuhan Membuat Semuanya Indah Pada Waktunya
Terkadang aku tak mengerti, mengapa segala sesuatu berjalan serba salah. Dalam hati, aku mulai bertanya “Apakah Tuhan mendengarkan Doa?” Kekwatiran dan ketakutan mulai menghantui kehidupanku, aku bingung dan putus asa. Tidaklah Tuhan tahu apa yang terjadi dalam hidupku?
Pada suatu hari aku masuk ke tempat “kudus Allah” untuk merenung. Aku sadari bahwa segala sesuatu yang terjadi itu sebenarnya adalah untuk kebaikan sendiri. “Betapa bodoh dan dungunya aku dipemandangan-Mu ya Tuhan”
Walau demikian engkau selalu mengasihi aku, engkau memegang tangan kananku dan engkau mempunyai rencana yang indah bagiku. Sepanjang hidupku engkau terus membimbing aku dengan nasehat Firman-Mu. “Engkau membuat semuanya indah pada waktunya ya Tuhan”.
MENGENAI AKUNTANSI MANAJEMEN
Pada tahun 1880an, perusahaan manufaktur di Amerika mulai berkonsentrasi dalam pengembangan teknologi produksi yang berkapasitas besar. Para manajer dan insinyur pada perusahaan metal telah mengembangkan prosedur untuk menghitung relevant product cost yang disebut scientific management. Prosedur ini digunakan untuk menganalisis produktivitas dan laba suatu produk. Akan tetapi seiring berkembangnya pemikiran akuntansi maka setelah tahun 1914 prosedur tersebut mulai hilang dari praktik akuntansi perusahaan.
Setelah Perang Dunia I, terdapat peraturan akuntansi keuangan yang mempunyai dampak berkurangnya informasi akuntansi yang bermanfaat untuk mengevaluasi kinerja bawahan dalam perusahaan besar (lost relevance). Sampai tahun 1920an, semua manajer percaya pada informasi yang berhubungan dengan proses produksi utama, transaksi dan even yang menghasilkan jumlah nominal pada laporan keuangan. Setelah tahun 1925, informasi yang digunakan oleh manajer menjadi lebih sederhana dan banyak perusahaan manufaktur di Amerika telah mengembangkan prosedur akuntansi manajemen seperti yang dikenal sekarang.
Selama kurun waktu lebih dari enam puluh tahun, akuntan akademisi berusaha untuk mengembalikan relevansi antara informasi kos akunting dengan informasi akuntansi keuangan. Usaha tersebut menggunakan model perusahaan manufaktur sederhana, sejenis dengan perusahaan tekstil abad 19, dan dalam rangka mengatasi masalah produksi, akademisi menyusun ulang informasi pelaporan kos persediaan. Meskipun demikian, model tersebut terlalu sederhana untuk menjelaskan masalah nyata yang dihadapi oleh manajer akan tetapi hal tersebut dimahfumkan dalam rangka mempermudah bagaimana informasi kos yang berasal dari laporan keuangan dapat dibuat relevan dengan pengambilan keputusan (kos manajemen).
Mulai tahun 1980an sampai sekarang, akuntansi manajemen mengalami masa perkembangan yang pesat dengan perannya sebagai pendamping akuntansi keuangan. Johnson dan Kaplan menuliskannya dengan indah dalam “Relevance Lost: The Rise and Fall of Management Accounting”. Buku yang cukup layak baca untuk memahami tentang akuntansi manajemen.