Eliston Fransiskus Nadeak

Eliston Fransiskus Nadeak
"Sahabat bukanlah matematika yang dapat dihitung nilainya, Ekonomi yang mengharapkan banyak materi, Pancasila yang dituntut oleh undang-undang, tetapi Sahabat adalah Sejarah yang dapat dikenang sepanjang masa"

Jumat, 25 Februari 2011

Rp 54 Triliun Dana Asuransi Jiwa Diinvestasikan ke Reksa Dana

Jakarta - Portofolio investasi pelaku industri asuransi jiwa sepanjang 2010 masih didominasi oleh reksa dana dengan nilai Rp 54,76 triliun (unaudited), atau 32,6% dari total investasi Rp 168,02 triliun.

Hal ini disampaikan Kepala Biro Perasuransian Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) Isa Rachmatarwata, di kantornya, Lapangan Banteng Jakarta, Jumat (25/2/2011).

"Asuransi jiwa investasi portofolionya didominasi oleh reksa dana dengan porsi 32,6%," jelasnya.

Isa menambahkan, total investasi perusahaan asuransi jiwa di 2010 mencapai Rp 168,02 triliun. Sedangkan non investasi mencapai Rp 15,07 triliun, sehingga total aset industri asuransi jiwa diperkirakan mencapai Rp 183,09 triliun.

Portofolio investasi 5 besar masih diduduki oleh reksa dana, saham, SUN (Surat Utang Negara), deposito, dan obligasi. Investasi pada jenis reksa dana mencapai Rp 54,76 triliun atau mengambil bagian 32,6% dari total portofolio. Sedangkan saham mencapai Rp 38,231 triliun atau setara 22,8% dari total investasi asuransi jiwa.

Untuk SUN, deposito, obligasi, dan MTN (medium term notes), penempatan investasi masing-masing mencapai Rp 29,54 triliun, Rp 20,232 triliun, dan Rp 12,768 triliun.

Yang menarik, porsi investasi saham mengalami peningkatan tertinggi dibandingkan 2009. Investasi pada instrumen saham naik 47,7% dari sebelumnya Rp 25,88 triliun menjadi Rp 38,231 triliun.

Peningkatan tertinggi kedua adalah obligasi dan MTN, dengan rasio peningkatan 38,3% dari 2009 Rp 9,232 triliun menjadi Rp 12,768 triliun.

BPD Jangan Cuma Kasih Kredit Buat Pegawai Pemda

Jakarta - Bank Indonesia (BI) meminta Bank Pembangunan Daerah (BPD) meningkatkan perannya dalam meningkatkan ekonomi daerah. Jadi, jangan hanya memberikan kredit kepada pegawai Pemda, namun juga untuk pengembangan daerah seperti UMKM.

Kepala Biro Pengembangan BPR dan UMKM BI Santoso Wibowo mengatakan, Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan BPD harus lebih berperan dalam pengembangan ekonomi daerah seperti lewat pembiayaan atau kredit ke UMKM.

"BPD selama ini lebih dari 50% kredit diberikan untuk pegawai Pemda, jangan hanya pegawai Pemda harusnya untuk pengembangan daerah," ujarnya.

Secara keseluruhan, Santoso menjelaskan, 60% kredit BPR diberikan ke sektor konsumtif seperti kredit pembelian mobil dan KPR. Sementara sisanya 40% untuk UMKM. BI mengharapkan porsi UMKM diperbesar.

Dikatakan Santoso, selama 2010 lalu realisasi kredit perbankan ke UMKM mencapai 112% dari target yang ditetapkan. Dari target sekitar Rp 172 triliun, realisasi kredit perbankan ke sektor UMKM mencapai Rp 193,64 triliun.

Menurutnya, selama ini kinerja debitur UMKM cukup baik dengan masih wajarnya tingkat kredit bermasalah (NPL/non performing loan).

"Memang NPL UMKM lebih tinggi dibandingkan NPL kredit perbankan secara keseluruhan, tapi masih di bawah 5%, jadi masih sehat," jelas Santoso.

Di daerah, BI juga mendorong pembentukan Perusahaan Penjamin Kredit Daerah (PPKD). Sejauh ini baru 2 daerah yang punya PPKD yakni Jatim dan Bali. "Daerah enggan membentuk PPKD karena biayanya dinilai mahal yakni Rp 50 miliar," kata Santoso.

Pembentukan PPKD akan makin merangsang bank menyalurkan kredit ke UMKM karena 80% kredit bank yang diberikan ke UMKM dijamin oleh PPKD ini.

Terserah Bila Komding Dibilang Cari Aman



Jakarta - Keputusan Komite Banding Pemilihan Exco, Wakil Ketua dan Ketua Umum PSSI 2011-2015 dianggap sebagian pihak sebagai putusan cari aman. Anggota Komite Banding, Gayus Lumbuun, pasrah dengan tuduhan itu.

Seperti diketahui, Komite Banding memutuskan untuk menolak banding yang dilakukan oleh dua bakal calon Ketua Umum PSSI, Arifin Panigoro dan George Toisutta, dan dua calon anggota Exco, Tuti Daud dan Sihar Sitorus.

Namun yang aneh, Komite Banding juga memutuskan untuk menganulir keputusan Komite Pemilihan yang sudah menetapkan dua nama, Nurdin Halid dan Nirwan Bakrie, sebagai calon Ketua Umum.

Sebagian pihak menilai bahwa putusan itu adalah putusan yang cari aman karena berusaha memuaskan semua pihak, tetapi pada saat yang sama juga mengecewakan semua pihak.

"Boleh-boleh saja dibilang cari aman," kilah Gayus yang berposisi sebagai Wakil Ketua Komite Banding kepada detikSport, Jumat (25/2/2011) malam WIB.

"Nanti kalau kita memilih, orang marah-marah lagi. Kita sadar putusan kita tidak akan diterima penuh. Tapi kita berusaha membuat keputusan yang terbaik buat semua pihak," pungkas Gayus.

Ganti Komwas Pajak, Itjen Kemenkeu Awasi Ketat Bea Cukai

Jakarta - Inspektorat Jenderal (Itjen) Kementerian Keuangan akan fokus mengawasi Ditjen Bea Cukai setelah tugas Komisi Pengawas (Komwas) Perpajakan dikurangi untuk fokus mengawasi Ditjen Pajak.

"Tugas Itjen sekarang lebih berat. Mulai sekarang (Itjen) perkuat pengawasan Bea Cukai," ungkap Menteri Keuangan Agus Martowardojo dalam sambutan Pelantikan Pejabat Eselon II Kemenkeu, di kantornya, Jalan Wahidin Raya, Jakarta, Jumat (25/2/2011).

Agus menyatakan dirinya telah meminta kepada Irjen Kemenkeu untuk mulai dari sekarang bertugas untuk mengawasi Bea Cukai. Dia juga meminta Irjen untuk menandatangani dokumen mengenai satu sistem kerja yang menegaskan Irjen Kemenkeu bertugas mengawasi Bea Cukai.

Dikatakan Agus, aksi penyelundupan saat ini mulai marak dilakukan terutama di wilayah Batam, Bintan, dan Karimun. Peristiwa terakhir adalah upaya penjarahan oleh sejumlah oknum yang berupaya merebut kembali kontainer yang diduga berisi pita cukai palsu.

Agus mengaku dirinya masih berpendapat Komwas Perpajakan itu bertugas mengawasi pajak dan Bea cukai. Pengawasan ini diperlukan terutama untuk meningkatkan kinerja kedua lembaga tersebut semakin baik.

Namun demikian, Kemenkeu mengaku masih akan tetap melakuan revisi terhadap PMK No.133/2010 yang dianggap sejumlah politisi DPR menggunakan dudukan hukum yang kurang tepat.

"Kemenkeu berpendapat itu benar, tapi komisi XI berpendapat tidak benar. Karena sudah keputusan bahwa itu tidak benar jadi tidak perlu ke Mahkamah Agung untuk melaksanakan review kebijakan itu. Sebagai bentuk jalan keluar, kami sepakat menunda," pungkasnya.

Sebelumnya, Kemenkeu dan Komisi XI sepakat untuk membatasi fungsi pengawasan Komwas Perpajakan hanya pada aspek pajak.

Kesepakatan tersebut berlaku selama 2011 dan pemerintah saat ini akan merevisi aturan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 133 tahun 2010 tentang Komwas Perpajakan.

Hasyim Muzadi Enggan Dicalonkan dalam Bursa Ketum PPP

Jakarta - Partai Persatuan Pembangunan (PPP) akan segera melangsungkan Muktamar pada Juli, 2011 mendatang. Nama Hasyim Muzadi pun disebut-sebut sebagai kandidat kuat sebagai ketua umum partai berlambang ka'bah tersebut.

Namun, mantan Ketua Umum PBNU ini enggan masuk dalam bursa calon pengganti Suryadharma Ali. Faktor usia menjadi penyebab Hasyim enggan berkiprah di dunia politik.

"Ya sudah kelewat umurnya," ujar Hasyim saat ditanya pencalonan dirinya dalam bursa Ketum PPP usai menghadiri diskusi berjudul 'Meneguhkan Kebhinekaan, Menyelamatkan Bangsa' di ruang rapat Komisi X, Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (25/2/2011).

Hasyim tidak membantah bila kader-kader NU di daerah banyak yang mengusung namanya untuk menduduki kursi 'panas' di PPP itu. Namun Hasyim lebih memilih pesantren sebagai pilihannya di hari tua.

"Saya bilang kepada mereka (pengusungnya) saya bantu-bantu saja. Saya jangan jadi ketua lagi, karena itu sudah menjadi bagian dalam masa lalu saja, masa saya sampe tua di situ aja, sudah waktunya di pesantrenlah," terang Hasyim.

Hasyim juga menegaskan bila di tahun 2014 mendatang ia tidak akan kembali terjun dalam politik melalui PPP. Hasyim mengaku ingin fokus di pesantren.

"Tidak di partai manapun, saya di pesantren saja. Saya mau bantu-bantu saja, misalnya anak-anak ingin jadi anggota DPR, dan minta nasihat. Ya saya nasihati, itu saja," imbuhnya.

Presiden PKS Tak Percaya Kabar Reshuffle Kabinet

Yogyakarta - Presiden Partai Keadilan Sejahtera, Luthfi Hasan Ishaaq tidak memercayai adanya kabar reshuffle terhadap sejumlah menteri dari PKS. Sebab ucapan tersebut tidak dilontarkan langsung oleh Presiden SBY, tapi oleh sejumlah elite politik di Partai Demokrat.

"Hal itu tidak pernah diucapkan langsung oleh Presiden Pak SBY. Itu diucapkan oleh orang-orang second atau third layer di Partai Demokrat," kata Luthfi menjawab pertanyaan wartawan usai berkunjung di kediaman Sri Sultan Hamengku Buwono X di Kraton Kilen, Yogyakarta, Jumat (25/2/2011) pukul 17.30 WIB.

Luthfi menegaskan, pihaknya tidak meyakini hal itu adalah pendapat Presiden SBY. Sebab dari cara pengungkapan atau pembahasaan atau hal-hal yang dilontarkan bukanlah cerminan dan akhlak SBY. Kosa kata yang digunakan bukan gaya omongan SBY.

"Jadi kami sangat meyakini itu bukan yang Pak SBY mau," kata Luthfi.

Menurut Luthfi, hal tersebut hanyalah sebuah manuver dari beberapa oknum saja yang mungkin mempunyai kepentingan tersendiri. Namun kepentingan-kepentingan tersebut ingin disandarkan atau diatasnamakan SBY.

"SBY itu adalah pemimpin nasional yang dalam mengambil kebijakan itu tidak hanya Demokrat saja. Demokrat kan dalam pileg hanya 21 persen. Sedang Pak SBY dalam Pilpres dapat 60 persen. Jadi selebihnya bukan PD yang beri suara. Beliau itu
pemimpin nasional," katanya.

Luthfi menegaskan, PKS berkoalisi dan menandatangani kontrak politik itu dengan SBY. Sedangkan kepemimpinan di Demokrat sebagai parpol itu dinamis dan selalu ada pergantian sehingga tidak seluruhnya orang demokrat bisa memahami mengenai
apa yang telah disepakati antara PKS dan SBY.

"Sebagai koalisi kami itu kontraknya tertulis dan ada kontrak politik yang kami sepakati," katanya

Luthfi juga menilai biasa kalau ada yang memberi statemen seperti itu. Sebab politisi itu perlu panggung untuk mengungkapkan gagasan-gagasannya. Namun soal diterima atau tidak gagasan yang dilontarkan tersebut terserah oleh pasar.

"Mereka perlu panggung tapi panggung yang dia pakai bisa mengorbitkan dan bisa juga malah jadi blunder," kata Luthfi mengingatkan.

Dia menyayangkan adanya sekelompok elite di Demokrat yang suka melontarkan kosa kata yang bukan tradisi dari SBY. Sebab hal itu bukan karakter dari SBY yang dikenalnya.

"Bukan tradisi Pak SBY omong begitu tapi disandarkan seolah-olah itu omongan Pak SBY. Cepat atau lambat itu akan blunder. Justru kami tidak meyakini Pak SBY akan memercayai laporan-laporan penilai tentang kami (PKS). Tingkat kesepahaman kami sangat tinggi dengan Pak SBY," pungkas Luthfi.